Marital Success Training (Closure)

Saya sangat bersyukur bisa berkesempatan mengikuti pelatihan ini. Walaupun saya sadar kalau pelatihan ini tidak bisa membantu saya menjadi lebih baik dalam berumah tangga, kecuali ada motivasi besar dalam diri saya untuk membuat rumah tangga ini lebih baik.

Ada pesan dari Pak Asep kepada penyelengara, tolong pastikan peserta yang ikut adalah yang memang butuh untuk berubah.

Ini menurut saya bener banget. Kalau gak ada keinginan untuk berubah, maka ini hanya akan menjadi pengetahuan. Dan perubahan itu adalah tanggung jawab masing-masing. Maka saya mohonkan doa dari pembaca blog saya, untuk mendoakan saya dan suami saya agar bisa mengimplementasikan ilmu ini dalam berumah tangga.

Saya doakan juga supaya pembaca memiliki keluarga yang luar biasa. Bahagia dunia dan akhirat.

Karena saya sudah memilih untuk menikah dan berbahagia dengan Anas Fauzi. Kekasih hati saya.

Advertisement

Marital Success Training (Part 9)

Jurus Tango suami istri. Ini menarik deh. Jadi ada banyak tema dalam berumah tangga yang harus clear dari awal. Yaitu adalah mana tema-tema yang itu masing-masing sifatnya bagi suami istri? Mana yang harus dilaksanakan bareng-bareng suami dan istri? Mana yang harus ikut suami aja di tema itu? Mana yang harus ikut istri aja di tema itu? Dan mana tema-tema yang masih versus? Artinya masih suka konflik. Gak jelas ini mau ikut siapa, mau dikerjakan bagaimana?

Nah, ini harus coba dilist dulu tema-tema apa yang sering muncul di keseharian. Dan tentukan. Diharapkan dengan jelas begini, jadi enak jalaninnya. Ingat potensi masing-masing juga. Jangan menaruh tema-tema dengan salah. Siapa yang lebih baik memegang tanggung jawab pada tema itu?

Nah ini nanti ada kaitannya juga soal keuangan. Dan keuangan itu masih menjadi momok cikal bakal perceraian. Maka kalau tidak disikapi dengan bijak, bisa menjadi bencana dalam rumah tangga.

Ada beragam tipe mengelola keuangan. Uang suami=uang suami, uang istri=uang istri. Uang suami=uang suami, uang istri=uang suami. Uang suami=uang istri, Uang istri=uang istri. Uang suami=uang istri, uang istri=uang suami. Nah, mana yang diinginkan? Ini harus jelas di awal.

Dan dalam mencari rejeki, banyak hal yang sering mengganggu. Apa itu? GENGSI! Maka ketika rejeki datang dari segala arah, kita menepisnya dengan GENGSI!

Pak Asep cerita soal mengisi parenting di stasiun TV swasta yang gajinya itu kecil sekali. Bahkan mahalan ongkos Tasik-Jakartanya daripada gajinya. Tapi suatu ketika dia pernah bantu benerin mobil orang, eh uangnya yang didapat puluhan kali lipat dari gaji di TV swasta itu. DI TV swasta dia make jas, dikenal orang, intelektualitasnya nampak. Saat benerin mobil itu yang dipake tenaga, kerjanya keras. Dan bisa dilakukan oleh orang yang gak perlu kuliah psikologi susah-susah. Termasuk bisnis domba.

Selain gengsi, ada masalah lain. Manajemen keuangan. Ini kadang tidak ada bekal. Sehingga gak sadar punya kebiasaan boros, berhutang dan kalau ini berlebihan, bisa mengganggu tatanan rumah tangga. Jangan sepelekan.

Mulailah komunikasikan keinginan masing-masing. Tentukan pengelolaan keuangan yang bisa mencapai tujuan berkeluarga di awal. Belajar lah juga mengelola keuangan kalau gak punya skill nya.

Marital Success Training (Part 8)

Pesan kepada laki-laki…

Jadi bapak-bapak. Percayalah dan akuilah kalau perempuan itu mahluk yang luar biasa diciptakan oleh Allah menjadi sangat kuat. Dari tugas dalam berumah tangga, siapa yang paling banyak memangku tugas itu? Perempuan. Perempuan itu sebenarnya kuat. Maka…

JANGAN GUNAKAN OTAK ANALISIS /OTAK LAKI-LAKI ANDA DALAM MENDENGARKAN CERITA ISTRI.

ISTRI GAK BUTUH! 😀 😀 😀

Peka lah kalau memang beliau butuh, maka dia akan bertanya bukan bercerita. Ketika istri bercerita panjang lebar tentang anak, rumah, dan lain-lain. Dengarkan aja jangan pake mikir. Pusing kita. Sebenanrnya perempuan itu cuman butuh didengarkan. Cukup. Selain pusing laki-lakinya, kadang solusinya juga bisa jadi gak lebih bagus dari apa yang sudah istri pikirkan. 🙂 Ingat! Kebutuhannya adalah DIDENGAR.

Pesan lain juga, jika sudah meninggalkan istri, entah dinas, entah kerja seharian, pulang dan tanyakan… Apa saja yang sudah terjadi selama Ayah pergi? Dan siapkan telinga dan ekspresi mendengar. Jangan kebanyakan mikir make otak laki-laki.

Sekian TIPS dari pak Asep untuk para PRIA.

Marital Success Training (Part 7)

Masih komunikasi. Dan topik lebih detilnya ini adalah masalah perselingkuhan.

Jadi perselingkuhan ini seringkali terjadi bukan dengan perempuan yang lebih cantik jika itu dilakukan oleh laki-laki. Atau juga tidak selalu dilakukan dengan pria yang lebih kaya jika itu perempuan. Perselingkuhan itu terjadi ketika ada kebutuhan yang tidak dipenuhi oleh pasangan dan peselingkuh mengijinkan kebutuhan itu diisi oleh yang lain.

Nah, masalah mendasar nya ini adalah ke pasangan sendiri gak mengkomunikasikan kebutuhan itu. Sedangkan kepada lawan jenis yang bukan mahram itu, dikomunikasikan. Saya lagi sedih nih. Saya merasa ini nih. Saya merasa itu nih. Lalu si yang mendengarkan, oh gitu. Terus kalau kamu lagi gitu pengennya diapain emang? Saya pengennya gini in nih. Digituin nih. NAHLOH! Si bukan mahram itu punya manual book ketika lagi sedih, mau diapain. Sedangkan pasangan halalnya sendiri gak pernah dikasih tau soal itu.

Maka si orang ketiga ini melancarkan aksi ketika lowbat. DIpenuhi kebutuhannya. Merasa nyaman. Lalu terus menerus menagih. Dan itu lah perselingkuhan. Maka yang namanya perselingkuhan itu satu, jangan dikasih ruang!

Kenapa hanya kebutuhan tertentu saja? Iya, karena kebutuhan selain itu, yang gak didapet itu, sudah dipenuhi oleh istri. Makanya cukup selingkuh. Kalau semua kebutuhan terpenuhi, maka biasanya sih yah dinikahi orang ketiga itu.

Jadi pesan Pak Asep, JANGAN DIKASIH RUANG KOSONG!

Marital Success Training (Part 6)

Aspek lain dalam berkomunikasi ini ada yang menarik. Yaitu shadow. Jadi apakah ketika saya sedang berinteraksi dengan suami, apakah saya bisa melihat suami saya itu adalah sebagai suami saya? Atau ada bayangan lain yang saya lihat pada diri suami saya? Pada pelatihan ini, saya berulang kali melihat. Dan saya temukan suami saya adalah suami saya. Mungkin karena bayangan buruk selama ini, sudah tidak terlalu mengganggu saya.

Namun pada paangan lain menjadi unik dan membuat saya belajar. Ternyata ada yang saat melihat pasangannya yang terbersit adalah wajah mertuanya, ibunya, dan orang-orang lainnya yang memiliki unsfinished problem dengan dia. Dan kemudia Pak Asep melakukan psiko drama untuk membantu yang bersangkutan mengobati unfinished problem tersebut. Sepertinya pada plong.

Dan sebenanrnya saya juga sudah merasakan itu saat tengah tahun kemarin saya melakukan konseling. Dan saya melakukan ini. Ternyata selama ini saya melihat suami saya adalah seperti seseorang yang saya benci. Yang saya pikir telah menyakiti saya selama ini. Lalu saya diminta membayangkan kejadian-kejadian traumatik itu. Kemudian saya tumpahkan emosi saya sampai saya puas ke bayangan itu. Lalu saya coba untuk melihat orang itu dengan wajah penuh damai. Dan saya mencoba memaklumi apa yang menyebabkan orang itu melakukan hal kurang berkenan ke saya dan kemudian saya berusaha memaffkan. Setelah proses itu, saya bisa melihat suami saya as he is. Suami saya juga jadi gak bingung dengan respon saya yag seringkali tidak wajar terhadap apa yang dia lakukan ke saya. Ternyata saat saya merespon tidak wajar itu, saya sedang melihat bayangan orang lain pada diri suami saya.

Nah, shadow ini ternyata seringkali muncul dalam hubungan manusia. Kadang stimulasinya bisa macam-macam. Lewat visual, mirip. Lewat bau, baunya mirip. Lewat suara, suaranya mirip. Lewat pengecapan, rasanya mirip. Lewat sentuhan, sentuhannya mirip. Dan kalau ini tidak terselesaikan seringkali kita tidak genuine merespon stimulasi. Dan ini yang menyebabkan masalah baru. Orang tidak paham kenapa kita harus tidak wajar merespon sesuatu ini. Ada masalah ini.

Padahal hubungan yang baik adalah ketika kita mampu merespon sesuatu dengan wajar. Maka? Yuk, selesaikan unfinished problem yang mengganggu kita. Yang menghambat kita dalam berinteraksi dengan pasangan kita. Atau juga orang lain yang kita anggap penting dalam mencapai tujuan-tujuan kita yang ditetapkan di awal tadi.

Yang saya artikan disini, tidak semua hal harus kita maafkan. Karena sungguh, memaafkan itu berat. Kalau tidak bisa memaafkan, minimal kita memaklumi saja lah. Daripada menjadi shadow kita berinteraksi dengan pasangan kita.

Marital Success Training (Part 5)

Berikutnya adalah masalah komunikasi. Seringkali orang mengartikan komunikasi ini dengan ngobrol. Padahal ada banyak cara berkomunikasi. Cara yang suka kurang diperhatikan ini adalah gestur.

Maka saat itu kami diminta untuk mengenali gestur masing-masing kami saat kai sedang low bat. Sedang rendah self worth nya. Sedang sedih. Bagaimana postur tubuh saya saat lowbat? Apa yang selama ini dilakukan orang untuk mengurangi kesedihan saya? Apa yang sebenarnya saya inginkan orang lakukan agar saya segera pulih dari kesedihan saya?

Nah, awalnya kami menulis berdasarkan refleksi pikiran kami. Lalu setelah itu saya dan suami disuruh ke depan. Saya disuruh memperagakan postur tubuh saya, ekspresi saya ketika lowbat. Maka saya memilih untuk tiduran serelaks mungkin. Dan melihat ke atas. Ngelamun.

Lalu Pak Asep menanyakan kepada saya, apa yang biasanya orang lain lakukan. Ibu saya lakukan. Lalu saya ceritakan. Dan seingat saya biasanya butuh waktu paling cepat 3 jam untuk kembali normal. Lalu Pak Asep bertanya mau gak belajar yang lebih cepat? Maka suami diminta untuk mengeksplor tubuh saya. #posotiveyaotaknya

Lalu suami saya diminta hadir di samping saya. Kemudian suami diminat memegang tangan saya. Dan ekslporasi lainnya. Rupanya saya menemukan, oh, ternyata kalau saya lagi lowbat, saya pengenna, nyamannya diginiiin, yaitu sesuai hasil eksplorasi sama suami tadi. Dan itu jauh lebih cepat membuat saya nyaman dibandingkan solusi yang selama ini saya pikir itu cukup untuk membuat saya lebih nyaman.

Nah, pelajaran yang saya dapat adalah kadang kita juga kurang mengenali kebutuhan kita. Makanya perlu latihan. Bersama dengan pasangan mengeksplor. Kira-kira kalau lagi lowbat itu, saya ciri-cirinya apa nih? Yang kami harapkan apa nih dari pasangan ketika kami lowbat sehingga kami merasa nyaman, dipahami? Eksplor! Eksplor! Karena apa? Bisa jadi beda-beda tiap orang bagaimana gaya lowbatnya. Dan kebutuhannya terhadap stimulasi orang di sekitarnya untuk membuat dirinya lebih baik. Peer yah!! 😀

 

Marital Success Training (Part 4)

Self worth adalah bagaimana kita menilai diri kita sendiri. Self worth yang baik membuat kita mampu memperlakukan orang lain dengan penuh martabat, cinta dan sesuai realita. Mudah dipahami kah? Kurang clear yah? Coba yah saya bantu jelasin yang saya pahami saja. Mungkin salah, mungkin benar.

Jadi jika kita sedang rendah self worthnya, maka semua kejadian atau stimulasi menjadi serba salah. Contohnya ada seorang artis perempuan, terkenal dan cantik. Menikahi PNS dengan gaji biasa. Katakanlah lebih miskin daripada perempuan itu dan memiliki self worth yang rendah. Saat istrinya kemana-mana naik mobil bagus, dia marah dan gak suka. Saat kemudian dia dipinjamkan mobil untuk pergi kemana-mana, tersinggung juga, salah juga. Itu hanya salah satu masalah saja. Dan akhirnya pasangan ini bercerai.

Yang kedua, menikah lagi si artis itu. Dengan pengusaha kaya raya. Disangkanya dengan lebih kaya, maka self worthnya akan lebih baik. Nyatanya? Gak juga. Gak ada hubungannya self worth ini sama kaya miskin, berpendidikan tinggi atau rendah, dll. Saat menikahi suami yang kaya raya ini, ternyata suaminya selalu merasa benci ketika si artis ini lebih banyak yang menyukainya (fans) tetapi tidak dengan suaminya, masalah lagi ini. Dan akhirnya bercerai.

Jadi ternyata self worth ini menjadi tema yang cukup krusial dari diri seseorang. Sesuai definisinya, cara seseorang menilai dirinya, maka bukan soal orang lain. Soal diri kita menilai diri kita. Maka kepemilikan self worth yang baik ini penting. Supaya kita bisa menyikapi suatu masalah sesuai realita. Penuh CInta. Penuh martabat. Dalam konteks dengan pasangan, maka sebaiknya ciptakan kegiatan, stimulasi dengan pasangan yang tidak menjatuhkan selfworthnya. Malah sebaiknya dengan menikah, self worth ini semakin naik dan naik.

Lebih detil, Pak Asep memecah aspek-aspek yang dapat membangun self worth dengan lebih detil. Dan kami diminta untuk menentukan stimulasi atau kegiatan apa saja yang dapat menumbuhkan self worth seseorang. Dalam pelatihan ini adalah anak kita. Yang belum punya anak, maka self worth pasangan kita. Yang belum menikah, maka self woth orang tua atau calon pasangan.

Self worth ini masalah yang akan dibawa sampai anti ajal menjemput kita. Ketika kita lihat kakek-kakek bercerita tentang kejayaan masa mudanya, dapat kita maklumi. Bahwa kebutuhan self worth ini yang sedang dia tampakan. Maka simple, penuhi kebutuhan ini. Karena ini menjadi dasar seseorang dapat memperlakukan orang lain dengan penuh cinta, martabat dan sesuai realita.

Yang bahaya adalah ketika seseorang yang self worth nya rendah bertemu dengan orang yang self worth nya rendah. Maka? Berabe. Lalu saya dan pasangan merasa, mungkin kami juga memiliki masalah ini. Namun daripada mengorek ngorek luka atau menuduh, maka kami memilih untuk bagaimana kami berdua sama-sama bisa menstimulasi pasangan untuk memiliki self worth yang lebih baik. Juga anak-anak. Supaya gak jadi pribadi yang serba salah. Serba baper.

Oia, ada contoh anak mecahin gelas pas kecil. Bagaimana respon kita di analisis. Kira-kira dengan respon kita, anak merasa seperti apa? Anak merasa lebih berharga mana gelas apa dirinya? Ini sebagai contoh kecil bagaimana orang tua membentuk self worth anak. Apakah kita peduli sama apakah anak kita terluka? Atau kita lebih peduli gelas mahal yang dipecahkan? Bisa kita renungi sendiri yah.

Dari cara kita memperlakukan anak kita bisa mempengaruhi self worth anak kita. Dan… dari situ kita pahami bahwa yang namanya “tidak diperhatikan” itu bisa jadi menjadi kejahatan paling tinggi. Karena membuat orang merasa dirinya tidak berharga, diacuhkan.

 

Marital Success Training (Part 3)

Konflik. Hidup itu penuh dengan konflik. Dan konflik itu sesuatu yang bisa membawa kita ke level yang lebih atas atau jatuh. Itu pilihan. Kenapa ? Karena sangat bergantung pada bagaimana kita menyikapi konflik itu. Konflik terjadi biasanya karena ada sumber daya yang terbatas, tetapi yang berkeptingannya banyak. Konflik itu bisa ada dua, konflik pikiran dan konflik emosi. Jika konflik ini cuman ada di pikiran, gapapa, fine. Contohnya kita beda pendapat. Wajar. Yang masalah ini kalau konflik ini ada di tataran emosi.

Karena emosi itu menguras energi. Dan ketika energi kita habis untuk emosi negatif, maka kita menjalani hidup ini dengan sisa sisa energi. Padahal untuk mencapai tujuan awal yang ditetapkan itu kan kita butuh banyak energi. Sayang kan kalau udah habis duluan. Banyak energi aja masih berliku jalannya, apalagi kalau energi ini udah abis duluan sebelum sampe di tujuan.

Yang dibutuhkan dari suatu konflik itu adalah resolusi konflik yang baik. Ingat, untuk long term relationship, maka resolusi ini harus yang sifatnya kolaboratif. Menang sama menang dan ini SUPER TIDAK MUDAH. Maka memerlukan waktu untuk duduk bareng dan komunikasi yang baik. Dalam konflik itu biasanya ada kebutuhan. Cari kebutuhan yang sebenarnya itu apa. Komunikasikan dengan jujur dan lugas. Lalu sepakati apa yang bisa diperbaiki. Sabar dalam menjalankan resolusi ini.

Nah, bicara masalah konflik ini, biasanya ada tema-tema yang menjadikan konflik ini rentan terhadap perceraian. Beberapa di antaranya adalah ketika konflik ini bertemakan self worth, komunikasi, aturan keluarga dan kaitannya dengan society.

Mari kita bahas lebih detil ke tulisan berikutnya….

Marital Success Training (Part 2)

Hari pertama kami datang terlambat. Sedikit. 20 menit. Hehe. Banyak yah. Dah siap rugi sih. Kayaknya bakal ketinggalan materi awal-awal. Qadarullah, Pak Asep nya juga telat. Dan saat acara dimulai, Pak Asep meminta kami semua bicara satu-satu tentang alasan dan tujuan kami mengikuti training ini. Macam-macam ternyata yah. Dan banyak yang menarik. Disitu saya mikir keras, kenapa yah? Buat apa yah? Yah, simple ternyata, saya ingin belajar sebelum mengarungi rumah tangga saya dan Anas lebih lama lagi. Dan saya ingin memiliki rumah tangga yang sakinah mawaddah warrahmah. Awet lengket istilahnya Pak Asep mah.

Lalu materi dimulai dengan menentukan tujuan berumah tangga sama suami. Disitu aja saya dah hampir berantem. Wkwkwkwkwk. Masalah mana yang mirip dan mana yang prioritas. Tapi ditahan dan diungkapkan kekesalannya. Krek.

Lalu break istirahat. Dan ada kejadian unik lain yang bikin saya emosi ke suami. Dan pas banget setelah kejadian dua itu, materi nya tentang masalah yang bikin emosi. Lalu saya mengungkapkan itu ke Pak Asep. Disadari, bahwa ternyata saya dan suami memiliki isu budaya. Pak Asep tidak mengistilahkan saya orang bandung, sunda. Tetapi orang Aceh. Gak tahu kenapa. Apa karena saya lahir di Aceh? Dan saya harus memahami bahwa suami saya itu Orang Jawa. Disitu kami mencoba memahami bagaimana budaya dapat mempengaruhi kepribadian seseorang. Pilihannya banyak, mencari titik tengah dari dua budaya tersebut, mengalah, atau memaksakan diri untuk menang?

Hanya saja menurut Pak Asep, untuk hubungan yang diharapkan long time…. maka jangan Menang-Kalah, Kalah-Menang, atau kompromi. Sebaiknya polanya adalah kolaborasi. Maka harus mau terbuka, menerima, memahami dan mencari titik nyamannya sehingga tidak perlu menjadi orang lain. Tentukan di tema-tema mana suatu karakter menjadi masalah. Di tema-tema mana suatu karakter itu bisa kita terima. Kan biasanya gak semua karakter itu buruk di semua tema. Jadi kita belajar lebih spesifik menemukan tema-tema sensitif itu. Untuk kemudian, menyepakati. Insya Allah kalau seseorang hanya dituntut untuk merubah karakter nya di tema spesifik, lebih mudah dan gak bikin yang mau diubah itu frustasi, daripada kita merubah karakter orang itu secara menyeluruh. Jadi kita bisa menjadi pasangan yang nyaman sama diri kita sendiri dan juga nyaman untuk pasangan kita.

Berikutnya adalah geneologi keluarga. Nah, saya lupa sih materi ini dulu atau materi yang tadi dulu. Yang jelas materi ini juga sangat berkesan bagi saya dan suami. Kami diminta untuk menggambarkan diagram keluarga batih kami masing-masing. Kami bedakan mana laki-laki dan perempuan. Kami tuliskan nama, umur, pendidikan dan sifat. Lalu kami buat garis yang memetakan, siapa aja yang saling mirip, siapa aja yang saling dekat, dan siapa aja yang seringkali konflik.

Sebelum direfeleksikan sama Pak Asep kami senyum-senyum sendiri. Wah, dapet peta nih. Peta konflik. Dapet bayangan, ah elah pantes aja selama ini begini. Begitu. Dan ternyata geneologi layaknya peta. Maka sebelum menikah, baiknya taaruf itu begini. Menjelaskan perpolitikan keluarga. Bukan untuk menghindari. Tapi justru untuk menyesuaikan. Untuk menyiapkan hati. Gambaran keluarga baru yang akan kita hadapi. Jangan peta ini dijadikan sebagai peta konflik. Tapi anggaplah kita ini mau berjuang untuk mencapa tujuan kita tadi. Nah, berdasarkan tujuan itu, kira-kira harus bagaimana nanti kita menyikapi geneologi keluarga pasangan kita. Selain itu kita juga jadi tahu, bagaimana kita akan membawa pasangan kita ke keluarga kita. Sebaiknya suami itu menjadi penunjuk jalan istri di keluarga suami. Begitu juga sebaliknya. Jangan dibiarkan terjun bebas.

Dan yang lebih penting lagi, geneologi keluarga ini harus disikapi secara positif dan penuh maklum atau kalau bisa penuh maaf. Ini juga bisa jadi rencana kita bersama ke depan, hal-hal apa yang wajib diperbaiki dari hubungan di keluarga sehingga tujuan berkeluarga yang ditetapkan di awal tadi, tercapai. Jadi inget, untuk selalu kembali ke tujuan awal. Geneologi keluarga harusnya membawa kita bersikap lebih luwes dan elegan menghadapi dinamika keluarga pasca pernikahan. Lebih spesifik di Indonesia, ketika kita menikahi pasangan, maka secara tidak langsung kita sedang menikahi keseluruhan keluarganya. Kita terima pasangan dengan keragaman sejarahnya. Kita belajar akrab dengan orang orang yang tidak ideal. Karena tidak ada orang yang buruk hanya saja orang yang tidak sesuai dengan harapan kita.

 

 

Marital Success Training (Part 1)

Pertama kali saya mendengar nama Asep Haerul Ghani, saya langsung googling dan cari tahu pelatihannya. Yang bikin saya shock dan menjadi kesan pertama saya adalah, GILA! MAHAL BANGET TRAININGNYA! 2 juta buat pengembangan diri? WHAT? Gak worth it! Males dah… mending gw belajar yang lain aja…

Lalu saya belajar yang lain. Saya ikut seminar ini, itu. Tetapi akhirnya saya jadi stress. Saya merasa kenapa saya sulit mengimplementasikan semua yang saya tahu? Seringnya, kenapa saya sering baper dan tersulut   sulit bagi saya memenangkan diri saya. Rasanya selalu ada yang menyerobot akal sehat saya.

Lalu saya ceritakan ini sama teman saya dan dia bilang, mending stop belajar dulu deh. Ikutin HIC Pak Asep. Karena itu dasar nya sebelum training-training lain pengembangan diri. Saya dulu mikirnya, apa sih, siapa sih nih orang. Penting amat. #baper

Lalu tiba suatu masa, teman saya share lagi pelatihan Pak Asep di Bandung. Dan PASSSS BANGET, pas saya lagi dapet rejeki dari Allah. Awalnya mikir panjang. Maju mundur. 3.5 juta, berdua ma suami. Bisa buat jalan-jalan nginep di hotel. Bisa buat nraktir ortu di rumah makan mewah. Bisa buat beli obat diet, kkkk. Dan lain sebagainya.

Sampai suatu akhir pekan, saya memutuskan untuk mendaftar. Bismillah ay. Kita pengen berlatih menjadi lebih baik. Yuk, daftar!

Dan disini lah petualangan emosi saya dimulai….