Mengingat Kelebihan

Sangat manusiawi jika kita menilai orang. Ketika ia melakukan kesalahan, kita tidak suka, mengidentifikasi hal tersebut sebagai satu kekurangan dari dirinya. Kemudian jika ia melakukan suatu yang baik, kita suka, mengidentifikasinya lagi sebagai satu kelebihan dari dirinya. Nah, permasalahannya, bisakah kita ingat keduanya dengan baik? Kelebihan dan kekurangannya? Mana yang seringkali lebih kita ingat?

Anda pasti punya jawaban sendiri.

Nah, berikutnya, mana yang lebih membuat anda bahagia? Mengingat kelebihannya atau kekurangannya? Bersedihlah jika kita senang dengan kekurangannya. Dan sedih dengan kelebihannya. Terlebih jika perasaan itu membuat kita semakin tidak bahagia.

Belajar yuk untuk lebih bahagia. Ketika dalam situasi seseorang berbuat sesuatu yang tidak kita sukai, coba untuk mengingat kelebihannya. Untuk seorang yang kita sayangi, dengan begitu, bukannya kekurangan dia yang akan membuat kita semakin sulit untuk sepenuh hati. Malah ketika kekurangannya itu hadir, lalu kita ingat kelebihannya, kita bisa semakin menerima. Dan tetap bahagia. 🙂

Advertisement

Enjoy Cooking

Setelah hidup merantau selama satu tahun, dengan beasiswa yang pas-pasan, cukup alasan bagi saya untuk belajar memasak. Awalnya memasak memakan banyak waktu, melelahkan, rasanya tak tentu. Tapi lama-kelamaan, menghasilkan rasa yang lumayan. Wajarlah emak-emak kita masakannya enak, orang jaman dulu kan belum rame kafe gaul, resto asik, delivery service, dll. Jadi pasti rajin masak. Dan dengan pengalaman mereka, masakannya jadi enak. 🙂 Jadi experience is the best teacher = truly right.

Semakin baik manajemen memasak kita, semakin mantap rasa masakan, semakin cepat masaknya, semakin rapih dapurnya, semakin hemat menggunakan bahannya… pokoknya, semakin yang baik-baik. Kalaupun ada semakin yang jelek, paling hanya semakin banyak makan, alias semakin menuju ke jurang kegendutan. 😀

Yang membuat kondisi agak parah belakangan, kenapa saya jadi suka memasak? And I love cooking better than doing research. Wkk. Suka semangat gila kalau lagi nyobain resep baru, tapi dikasih tugas baru ma Prof? Boro-boro semangat. Pengennya, malah lulus cepet dan memendamkan diri ke bumi, malu ketauan master tp gak doyan research. 😀

Tapi saya gak khawatir juga, mungkin research ma memasak emang beda kebutuhan waktu untuk belajarnya. 😀 Kalau masak kan yang apresiasi, minimal, diri sendiri. Lumayan bisa masak masakan sesuai harga dan selera. Tapi kalau research yang apresiasi Prof, dan itu juga super duper serem dan susah. 😀

Wish me to enjoy doing research as well as cooking.

Menukar Rupiah ke Won

Di Korea, mata uang yang digunakan untuk sebagian besar transaksi adalah won. Jadi, buat indonesia-ers sekalian, ada info penting nih. Jangan belanja make rupiah di Korea. Wkk. Penting abis ya infonya. Sebenernya saya lagi pusing aja milih kata pengantar buat tulisan saya yang satu ini. Yang pasti, mari kita obrolin tentang nukerin rupiah ke won atau pun sebaliknya.

Sejauh ini, nilai jual dan beli Won di Indonesia nih gak bagus, sumpeh. Misal, kalau misalnya kita beli bisa sampai 9, sedangkan jual bisa 7 koma besar (7.8, 7.9, dll). Jadi jangan beli Won di Indonesia, mahal. Dan jangan jual Won di Indonesia, murah. Berbeda dengan dollar di Indonesia, yang mana harga jual dan belinya gak terlalu beda. Dan kayaknya sih, nilai tukar aslinya di antara nilai jual dan beli. Dibandingkan Euro, Poundsterling, juga dollar kayaknya paling bagus. Apalagi kalau dibandingkan dengan Won. 😀

Jadi, kalau mau ke Korea, mendingan tuker Won di Indonesia sebutuhnya aja, sampai nanti di Korea bisa ke bank setempat nuker uang. Atau di money changer terdekat. Yang pasti bukan di bandara yah. 😀 Jelek aja di bandara mah. Continue reading

Empati dan Kesulitan (?)

Membangun rumah tangga di usia pernikahan yang sangat muda sambil mengenyam pendidikan di tanah rantau adalah suatu hal yang menantang untuk saya dan suami. Jiwa muda identik dengan kebebasan dan semangat yang menggebu. Jika ada beban berat yang harus dipikul, sebuah keniscayaan menjadi lebih ringan saat dibagi bersama. Selalu ada teman berbagi yang akan menerima kita di saat senang atau pun susah. Apalagi? Banyak hal indah yang bisa dirasakan. Tapi hidup tetap lah hidup. Tidak akan selamanya indah dan tidak akan selamanya susah.

Dalam menjalani masa-masa yang sulit, perlu ditanamkan dalam persepsi, bahwa disini lah kita ditempa. Disinilah kita membentuk batas kesabaran yang seharusnya semakin dibuka lebar, semakin luas dan semakin dewasa. Banyak hal yang perlu diselesaikan oleh waktu, dengan cara bersabar. Dan di titik terendah, disitu kita membentuk idealisme. Bertahan pada satu keyakinan, yang tidak boleh sedikitpun pudar apalagi hancur oleh masa-masa sulit itu.

Satu hal positif yang cenderung dipaksa hadir dalam masa sulit adalah empati. Kenapa saya bilang ‘terpaksa’? Karena memang sulit membentuk empati ini. Tidak ada jaminan, ketika kita keluar dari masa-masa sulit, empati itu tetap ada. Tapi biasanya, saat sulit, empati ‘terpaksa’ keluar.

Sekarang bagaimana kita tetap bisa membenamkan empati kita jauh ke alam bawah sadar, menjadi karakter. Bukan hanya sekedar teman yang datang dan pergi oleh kondisi.

Bismillah…

Ponakan Baru

Alhamdulillah. Telah lahir ponakan baru sayaaaaah. >_< Seneng banget. Akhirnya punya ponakan asli bukan nebeng. 😀 Jadi inget tepat setahun lalu, setelah lebaran. Abang saya meminang seorang gadis solo. Secara mendadak. Haha. I was so shocked at that time. But, He truly did it. Dan dalam waktu dekat, langsung menikah. Dan tentunyaaaaa, saya langsung balik ke Indonesia untuk menghadiri pernikahannya. Gamau ketinggalan. 🙂
Dan sekarang sudah ada juniornya mereka. Yang mana Esto (kalau gak salah namanya), adalah cucu pertama dari aki Dindin dan nini Mari. Juga cicit pertama dari uyut Syafrudin dan uyut Yayih. Banyak orang bergembira. Seseorang yang ditunggu-tunggu kelahirannya. 🙂 And I am, your aunty, also waiting for you, Esto.

Esto lahir hari Kamis, 8 September 2011. Pukul 22.00 WIB. Dengan berat 2,98 kg. Dan tinggi badan 48 cm. Bayi mungil, ganteng. 😀 Ah, suka deh ngeliatin foto-fotonya. Sayang banget gak bisa ke Indonesia. Kayaknya pulang-pulang ke Indo, Esto udah gede. 😦 Wait for me Esto. Hopefully, when we met, you could meet your cousin. Hehe. Aminnn.

Wanna see how cute my nephew is? Here is he…

Idul Fitri Kali Ini…

Lebaran kali ini, adalah kali kedua saya merayakannya di negeri gingseng, Korea Selatan. Setelah tahun kemarin tepat sepuluh hari sebelum lebaran, saya berangkat untuk pertama kalinya ke Korea Selatan. Idul fitri kali ini lebih baik. Karena saya sudah berkeluarga. 🙂

Rencana untuk kembali menginap di KBRI di malam lebaran harus ditunda. Karena ada keluarga di Cheongju yang ingin ke KBRI namun belum tahu gimana caranya kesana. Jadi suami saja yang berangkat ke KBRI. Setidaknya ada lah perwakilan Cheongju untuk bantu-bantu di KBRI menyelenggarakan shalat ied di hari H. Continue reading