Sampai saat ini saya masih percaya bahwa hidup membutuhkan pegangan. Hidup itu sangat kompleks. Dan membutuhkan seni tinggi untuk mengarunginya. Masalah dalam hidup unik dan tidak ada habisnya. Memaknai salah satu ayat dalam Al-Qur’an, bahwa masalah itu selalu ada. Selesaikanlah satu urusan kemudian selesaikan urusan yang lain. Insya Allah, setiap masalah yang kita hadapi akan mendewasakan kita.
Masalahnya, pegangan kita itu apa? Sepanjang usia saya, hampir 21 tahun, saya mengenal cukup banyak orang. Ternyata tidak semua orang hidup dengan pegangan yang jelas. Sehingga hidupnya menjadi tak tentu (teu puguh). Yang tak tentu itu biasanya memiliki satu pegangan (boleh kita sebut pegangan). Yaitu lingkungan yang ia anggap ideal. Yang dilakukannya adalah meniru.
Pegangan yang jelas juga tidak serta merta hadir. Namun melalui proses yang panjang. Saat kecil, apa sih yang kita jadikan pegangan dalam hidup? Saya rasa jawabannya adalah meniru. Dalam hidup ada proses pencarian. Anggap saja meniru itu adalah bagian dari proses pencarian.
Saat mulai berorganisasi, yang saya lakukan adalah meniru. Meniru abi, meniru ummi, meniru orang-orang yang saya kagumi. Namun pada zamannya, saya menyadari. Bahwa saatnya bukan lagi meniru. Tapi mulai memilah.
Mana yang cocok untuk ditiru, dan yang tidak. Saya mulai menyadari, bahwa yang baik untuk orang lain, belum tentu baik untuk saya.
Sampai akhirnya saya terjebak dengan membandingkan diri saya selalu dengan orang lain. Dalam batas tertentu mungkin ada baiknya. Namun kalau berlebihan kadarnya, seringkali membuat kita tidak berkembang. Maka bagi saya jawabnya adalah, terbanglah Adinda. Terbanglah sebagai Adinda Ihsani Putri sebagaimana mestinya…
Saat memilih untuk terbang sendiri, saya kemudian meragu. Sudah cukup kuatkah sayap ini? Angin mana yang akan saya ikuti? Daratan mana yang akan saya tuju? Disini saya membutuhkan nilai. Nilai yang benar-benar dapat saya pegang. Yang selalu dapat menuntunku dalam segala situasi. Dan insya Allah, nilai itu adalah Islam.