Judul Buku : Catatan Hati Seorang Istri
Penulis: Asma Nadia
Penerbit: Lingkar Pena
Tahun Terbit: 2007
Dimensi: 20.5cm
Jumlah Halaman: 220 Halaman
Saat cinta berpaling
Saat rumah tangga dalam prahara
Saat ujian demi ujian-Nya mengguncang jiwa
Kemana seorang istri harus mencari kekuatan agar hati terus bertasbih?
Kata-kata itulah yang mungkin dapat memberikan sedikit gambaran umum mengenai buku ini. Ketika saya ingin membuat resensi. Sebenarnya saya bingung. Apakah saya (perempuan belum menikah) layak untuk menceritakan dan memberi penilaian terhadap buku ini? Namun segera saya menemukannya. Biarlah saya menjadi diri saya sendiri. Semua yang terjadi di dunia ini sudah pasti ada Allah yang menuntunnya. Pasti ada manfaatnya bagi saya membaca buku ini. Dan melalui tulisan ini, inilah penilaian saya (seorang perempuan belum bersuami tetapi ingin sekali bersuami suatu saat nanti. Dan tentunya merasa bahagia dengan itu)…
Buku ini berisi kumpulan kisah curahan hati beberapa ibu/istri. Dengan berbagai problema rumah tangga yang sering terjadi. Masa-masa sulit dalam berumah tangga, yang saya sendiri merasa kaget. Tidak pernah menduga sebelumnya. Indahnya masa pacaran/bertaaruf/sejenisnya kadang berubah menjadi 180 derajat ketika sudah menyandang gelar sebagai pasangan suami/istri atau ayah/bunda.
Beragam jenis istri/ibu yang diceritakan disini. Dari yang mengalami sakitnya dikhianati oleh perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), sampai membangun kekuatan ketika sang suami yang disayangi harus tiba-tiba pergi meninggalkan dunia. Memberikan inspirasi tentang kekuatan yang dimiliki perempuan. Perempuan yang terlihat lemah sekalipun, ternyata mampu menguatkan dirinya ketika dihadapkan pada permasalahan yang menyakitkan hati sehingga menguras banyak pikiran dan tenaga. Menjadi kuat karena memiliki anak-anak yang harus mendapatkan cinta seorang ibu yang seutuhnya, betapapun besar masalah yang sedang dihadapi.
Pelajaran berharga tentang sulitnya untuk tetap mengedepankan logika, di tengah firasat kuat seorang istri tentang suami yang berubah sikapnya. Perjuangan yang sepertinya hanya untuk ‘bertahan hidup’, namun ternyata dapat mengantarkan seorang wanita ke derajat yang mungkin lebih mulia daripada sebelumnya.
Novel yang mungkin terlihat sederhana, namun dapat menghadirkan pengalaman-pengalaman banyak perempuan untuk direnungi. Sejauh ini saya baru dapat merenungi, karena memang tidak memiliki cukup pengetahuan untuk lebih. Yang saya rasakan awalnya sangat takut mendengar cerita-ceritanya. Membuat kata ‘pernikahan’ menjadi sangat menyeramkan. Seolah semua laki-laki seperti itu. Namun ketika saya mendiskusikannya dengan Anas, saya menemukan cerita versi lelaki. Banyak juga sebenarnya perempuan yang mungkin melakukan hal yang sama, tetapi memang tidak banyak dipublish. Intinya, saya harus lebih bijak dalam memahami cerita-cerita di novel ini. Tidak mudah bagi saya karena belum benar-benar merasakannya.
Namun saya berani mengatakan, kalau Novel ini terlalu berharga untuk dilewatkan. Belajar dari ujian-ujian yang dihadapi orang lain, mungkin dapat sedikit banyak membuat kita siap menghadapi ujian yang mungkin sama atau lebih lagi.
Idealisme Asma Nadia dalam pembuatannya pun menjadi salah satu kekaguman saya. Asma meminta banyak perempuan untuk tidak hanya banyak membaca, tetapi juga menulis. Menceritakan tidak hanya kenangan indah, tetapi juga semua pikiran, beban perasaan, kesedihan, ketakutan, apa saja, sebelum terlambat menuliskannya. Ia meminta janji perempuan Indonesia untuk mencari teman bicara. Menjadikan tulisan itu sebagai cermin dan renungan, sebab mungkin itu akan membawa kita pada jalan keluar, yang sebelumnya teramat buntu.