Month: December 2008
NGIDAM SEPATU FUTSAL (AKHIRNYA…)
Klik link berikut ini.
KETIKA BERMIMPI ITU MENJADI SULIT
Saat memasuki penghujung tahun 2005, saya sedang on fire memperbaiki perkuliahan. On fire memperbaiki banyak hal sih sebenernya. Tetapi pemicu utamanya adalah perkuliahan. Ketika itu saya merumuskan mimpi-mimpi yang kemudian saya visualisasikan dalam sebuah dokumen berbentuk power point. Lengkap dengan lagu dan gambar. Hum, ditambah transisi-transisi yang keren. Pokoknya dah kayak liat film masa depan Adinda deh.
Membuatnya terasa begitu mudah. Ada semangat yang menggebu-gebu hadir saat itu. Membuat saya bangkit dan merasa jelas kenapa hari ini harus selalu saya perjuangkan. Now is the future…
Dan sekarang, di penghujung 2008, saya merasa terlalu banyak hal yang harus diperbaiki dalam hidup saya. Karena saya takut salah menginvestasikan masa depan. Dan akhirnya, saya mulai berfikir keras, tentang hidup saya sekarang dan mendepan. Mencoba untuk bermimpi, tetapi sulit. Membayangkan setelah lulus mau ngapain aja juga sulit. Pikiran ini tidak melayang begitu bebas layaknya di penghujung 2005. Otak ini sungguh berbeda.
Mudah sekali bagi saya dulu menentukan, ingin ini ingin itu. Ingin menjadi ini, ingin menjadi itu. Awalnya saya merasa sangat frustasi dengan keadaan ini. Merasa diri seperti zombie yang tidak tahu mau dikemanakan hidup ini. Membiarkan air mengalir dan membiarkan diri hanyut bersamanya.
Namun setelah merenung, dan berbicara dengan beberapa teman, saya mendapatkan jawabannya. Ini merupakan hal yang wajar. Semakin hari semakin kita banyak tahu. Semakin banyak rasa sakit yang kita dapatkan dari kegagalan-kegagalan kita. Semakin banyak juga bekas rasa bahagia akibat kemenangan-kemenangan kita. Dan itu membuat kita berubah, baik hati dan pikiran. Semakin banyak pertimbangan.
Namun sayangnya, kita sering mengalah dengan rasa sakit dan lupa dengan keberhasilan-keberhasilan kita. Sehingga rasa sakit lebih memenangkan diri kita untuk takut berbuat sesuatu. Lebih parahnya takut bermimpi. Padahal rasa sakit itu seringkali membuat kita bertambah kuat dan bertambah ilmunya. Mungkin ada benarnya juga, dalam beberapa hal kita akan takut mengulangnya. Walaupun itu juga tidak sepenuhnya benar. Tetapi, membuat kita takut untuk berbuat sesuatu yang bahkan belum pernah kita coba, itu yang bermasalah.
Kobarkan lagi semangat… Lemparkan lagi mimpi-mimpi kita ke angkasa. Ciptakan imajinasi yang kelak akan sangat layak untuk diperjuangkan. Karena hidup terlalu sayang untuk dilalui begitu saja. Bangun, tertidur, bangun, tertidur, bangun, tertidur… lalu mati.
Mimpi yang sebenarnya bukanah sesuatu yang membuat kita tertidur, melainkan bergerak.
*yang mencoba menyemangati diri*
WORDS OF THE WEEK
ada kata-kata yang lagi saya cerna baik-baik minggu ini
Ada yang lebih berbahaya daripada Kebencian, yaitu Ketidakpedulian
hoh… Is that true?
KORBAN JOICE :)
TERUS BELAJAR…
Ada hal yang membuat saya seringkali sulit untuk memahami suatu hal dengan baik. Pikiran saya kadang mengintimidasi hati saya, kalau sayalah yang paling benar. Seringkali kebenaran menjadi jauh dari diri saya, hanya karena mindset yang saya miliki tadi. Apakah saya menyesal?
Sebenarnya tidak. Karena setelah dipikir-pikir, keyakinan akan diri itu benar, tidak ada salahnya. Saya meyakini bahwa manusia dikaruniai hati dan akal untuk melahirkan sikap maupun perkataan. Itu modal dari Tuhan. Dan yang saya sadari merupakan kesalahan adalah, ketika suatu kali ternyata saya benar. Kemudian kedua kali nya pun saya benar. Ketiga kali saya benar lagi. Maka akan ada perasaan dalam benak saya bahwa saya selalu benar (dalam hal tersebut). Ini yang sering menjebak. Manusia pusat khilaf. Itu yang saya lupa. Manusia tidak sempurna itu yang sering saya abaikan.
Sepertinya itu manusiawi terjadi. Bermain probabilitas dalam kehidupan, untuk mengklaim sesuatu. Bukan hal yang benar, melainkan wajar adanya.
Tuntutlah ilmu dari dalam kandungan sampai ke liang lahat.
Mungkin itu satu-satunya kunci atas permasalahan di atas. Belajar apa pun. Dari manapun. Kapan pun… Gak boleh berhenti belajar…
SATU
kadang hati menentang ketiadaan
mengabaikan keberadaan
kali ini kuazamkan diri
untuk terus mencari
persembahan Tuhan yang melimpah
untuk terus merasakannya
Bismillahirrahmaanirrahiim
NAMA
Adinda = kekasih, adik perempuan
Adin = yang menggairahkan/menggoda
Nda = tidak
Jadiii, yang paling bagus artinya adalah nama asli saya. Adinda. Kalau biasa dipanggil, ternyata artinya gak bagus. Hiks2. Tapi feel free to call me… Asal jangan make hati ajah. Nama kan doa, tar kalo make hati, doain yang jeleknya juga make hati. Hehe.
Junk!
MALAIKAT JUGA TAHU-DEWI ‘DEE’ LESTARI
Lelahmu jadi lelahku juga
Bahagiamu bahagiaku pasti
Berbagi takdir kita selalu
Kecuali tiap kau jatuh hati
Kali ini hampir habis dayaku
Membuktikan padamu ada cinta yang nyata
Setia hadir setiap hari
Tak tega biarkan kau sendiri
Meski seringkali kau malah asyik sendiri
Karena kau tak lihat terkadang malaikat
Tak bersayap tak cemerlang tak rupawan
Namun kasih ini silakan kau adu
Malaikat juga tahu siapa yang jadi juaranya
Hampamu tak kan hilang semalam
Oleh pacar impian
Tetapi kesempatan untukku yang mungkin tak sempurna
Tapi siap untuk diuji
Kupercaya diri
Cintakulah yang sejati
Namun tak kau lihat terkadang malaikat
Tak bersayap tak cemerlang tak rupawan
Namun kasih ini silakan kau adu
Malaikat juga tahu siapa yang jadi juaranya
Kau selalu meminta terus kutemani
Engkau selalu bercanda andai wajahku diganti
Relakan ku pergi
Karna tak sanggup sendiri
Namun tak kau lihat terkadang malaikat
Tak bersayap tak cemerlang tak rupawan
Namun kasih ini silakan kau adu
Malaikat juga tahu Aku kan jadi juaranya
CATATAN HATI SEORANG ISTRI
Judul Buku : Catatan Hati Seorang Istri
Penulis: Asma Nadia
Penerbit: Lingkar Pena
Tahun Terbit: 2007
Dimensi: 20.5cm
Jumlah Halaman: 220 Halaman
Saat cinta berpaling
Saat rumah tangga dalam prahara
Saat ujian demi ujian-Nya mengguncang jiwa
Kemana seorang istri harus mencari kekuatan agar hati terus bertasbih?
Kata-kata itulah yang mungkin dapat memberikan sedikit gambaran umum mengenai buku ini. Ketika saya ingin membuat resensi. Sebenarnya saya bingung. Apakah saya (perempuan belum menikah) layak untuk menceritakan dan memberi penilaian terhadap buku ini? Namun segera saya menemukannya. Biarlah saya menjadi diri saya sendiri. Semua yang terjadi di dunia ini sudah pasti ada Allah yang menuntunnya. Pasti ada manfaatnya bagi saya membaca buku ini. Dan melalui tulisan ini, inilah penilaian saya (seorang perempuan belum bersuami tetapi ingin sekali bersuami suatu saat nanti. Dan tentunya merasa bahagia dengan itu)…
Buku ini berisi kumpulan kisah curahan hati beberapa ibu/istri. Dengan berbagai problema rumah tangga yang sering terjadi. Masa-masa sulit dalam berumah tangga, yang saya sendiri merasa kaget. Tidak pernah menduga sebelumnya. Indahnya masa pacaran/bertaaruf/sejenisnya kadang berubah menjadi 180 derajat ketika sudah menyandang gelar sebagai pasangan suami/istri atau ayah/bunda.
Beragam jenis istri/ibu yang diceritakan disini. Dari yang mengalami sakitnya dikhianati oleh perselingkuhan, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), sampai membangun kekuatan ketika sang suami yang disayangi harus tiba-tiba pergi meninggalkan dunia. Memberikan inspirasi tentang kekuatan yang dimiliki perempuan. Perempuan yang terlihat lemah sekalipun, ternyata mampu menguatkan dirinya ketika dihadapkan pada permasalahan yang menyakitkan hati sehingga menguras banyak pikiran dan tenaga. Menjadi kuat karena memiliki anak-anak yang harus mendapatkan cinta seorang ibu yang seutuhnya, betapapun besar masalah yang sedang dihadapi.
Pelajaran berharga tentang sulitnya untuk tetap mengedepankan logika, di tengah firasat kuat seorang istri tentang suami yang berubah sikapnya. Perjuangan yang sepertinya hanya untuk ‘bertahan hidup’, namun ternyata dapat mengantarkan seorang wanita ke derajat yang mungkin lebih mulia daripada sebelumnya.
Novel yang mungkin terlihat sederhana, namun dapat menghadirkan pengalaman-pengalaman banyak perempuan untuk direnungi. Sejauh ini saya baru dapat merenungi, karena memang tidak memiliki cukup pengetahuan untuk lebih. Yang saya rasakan awalnya sangat takut mendengar cerita-ceritanya. Membuat kata ‘pernikahan’ menjadi sangat menyeramkan. Seolah semua laki-laki seperti itu. Namun ketika saya mendiskusikannya dengan Anas, saya menemukan cerita versi lelaki. Banyak juga sebenarnya perempuan yang mungkin melakukan hal yang sama, tetapi memang tidak banyak dipublish. Intinya, saya harus lebih bijak dalam memahami cerita-cerita di novel ini. Tidak mudah bagi saya karena belum benar-benar merasakannya.
Namun saya berani mengatakan, kalau Novel ini terlalu berharga untuk dilewatkan. Belajar dari ujian-ujian yang dihadapi orang lain, mungkin dapat sedikit banyak membuat kita siap menghadapi ujian yang mungkin sama atau lebih lagi.
Idealisme Asma Nadia dalam pembuatannya pun menjadi salah satu kekaguman saya. Asma meminta banyak perempuan untuk tidak hanya banyak membaca, tetapi juga menulis. Menceritakan tidak hanya kenangan indah, tetapi juga semua pikiran, beban perasaan, kesedihan, ketakutan, apa saja, sebelum terlambat menuliskannya. Ia meminta janji perempuan Indonesia untuk mencari teman bicara. Menjadikan tulisan itu sebagai cermin dan renungan, sebab mungkin itu akan membawa kita pada jalan keluar, yang sebelumnya teramat buntu.